- Cita
Hukum Negara Melalui Hakim
Tegaknya hukum dan keadilan serta
penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya
martabat dan integritas Negara. Dalam terwujudnya pernyataan ini pastinya ada
peran Hakim sebagai figur sentral dalam proses peradilan yang senantiasa
dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara kecerdasan moral dan
meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi
masyarakat banyak. Dilihat dari pengertian hakim sendiri yaitu Hakim adalah
seluruh Hakim termasuk
Hakim ad hoc
pada semua lingkungan badan
peradilan dan semua tingkatan peradilan.
Sikap Hakim yang dilambangkan dalam
kartika, cakra, candra, sari dan tirta merupakan cerminan perilaku Hakim yang
harus senantiasa berlandaskan pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, adil,
bijaksana, berwibawa, berbudi luhur dan jujur. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang melandasi prinsip-prinsip pedoman Hakim dalam bertingkah laku ini
akan mendorong Hakim untuk berperilaku baik dan penuh tanggung jawab sesuai
tuntunan agama masing-masing. Dilihat dari keluhuran tugas dan luasnya
kewenangan dalam menegakkan hukum dan keadilan, sering muncul tantangan dan
godaan bagi para Hakim. Untuk itu, Pedoman Perilaku Hakim ini bukan hanya
sebagai panduan keutamaan moral bagi hakim tapi juga merupakan konsekuensi dari
kewenangan yang melekat pada jabatan sebagai Hakim baik dalam menjalankan tugas profesinya maupun
melakukan hubungan dengan masyrakat di luar kedinasian terkait dengan norma-norma
etika dan adat kebiasaan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat.
Untuk menjamin terciptanya peradilan
yang mandiri dan tidak memihak, diperlukan dukungan sosial yang bertanggung
jawab.Selain itu diperlukan pula pemenuhan kecukupan sarana dan prasarana bagi
Hakim baik selaku penegak hukum maupun sebagai warga masyarakat.Untuk itu,
menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat dan Negara memberi jaminan keamanan
bagi Hakim dan Pengadilan, termasuk kecukupan kesejahteraan, kelayakan fasilitas
dan anggaran.Walaupun demikian, meskipun kondisi - kondisi di atas belum
sepenuhnya terwujud, hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan bagi Hakim untuk
tidak berpegang teguh pada kemurnian pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
sebagai penegak dan penjaga hukum dan keadilan yang memberi kepuasan pada
pencari keadilan dan masyarakat.
Pedoman Perilaku Hakim ini merupakan
penjabaran dari ke 10 (sepuluh) prinsip pedoman yang meliputi
kewajiban-kewajiban untuk : berperilaku adil , berperilaku jujur, berperilaku arif
dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggungjawab,
menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, dan
bersikap profesional.
- Pengaturan
Pedoman Perilaku Hakim Pedoman Perilaku Hakim Berdasar Keputusan Ketua
Mahkamah Agung No. KMA/104A/SK/XII/2006
- Berperilaku
Adil.
Adil pada hakekatnya bermakna
menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi haknya, yang
didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya di depan
hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah
memberikan perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness)
terhadap setiap orang. Oleh karenanya seseorang Hakim harus menegakkan hukum
yang adil dan benar harus selalu berlaku adil dengan tidak membeda-bedakan
orang.
Hakim tidak boleh memberikan kesan
bahwa salah satu pihak yang tengah berperkara atau kuasanya termasuk Penuntut
dan saksi berada dalam posisi yang istimewa untuk mempengaruhi Hakim tersebut
(fairness). Dalam melaksanakan tugas peradilan serta dalam berkata-kata, hakim
tidak boleh pandang bulu atau memperlihatkan keberpihakan atau menyudutkan pencari
keadilan atau pihak yang berperkara di dalam maupun di luar pengadilan.Hakim
harus memberi keadilan kepada semua pihak dan tidak beritikad semata - mata
untuk menghukum. Hakim harus mendorong Pegawai Pengadilan, Advokat dan Penuntut
serta pihak lainnya yang tunduk pada arahan dan pengawasan Hakim untuk
menerapkan standar perilaku yang sama dengan Hakim sebagaimana disebutkan
sebelumnya.
Hakim harus memberikan kesempatan
yang sama kepada setiap orang khususnya pencari keadilan atau kuasanya yang
mempunyai kepentingan dalam suatu proses hukum di Pengadilan. Hakim tidak boleh
berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di luar persidangan, kecuali
dilakukan di dalam lingkungan gedung pengadilan demi kepentingan kelancaran
persidangan yangdilakukan secara terbuka, diketahui pihak-pihak yang
berperkara, tidak melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidak berpihakan.
- Berperilaku
Jujur.
Kejujuran pada hakekatnya bermakna
dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah
salah. Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang kuat dan membangkitkan
kesadaran akan hakikat yang hak dan yang batil. Dengan demikian, akan terwujud
sikap pribadi yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik dalam persidangan
maupun diluar persidangan.
Hakim harus berperilaku jujur (fair)
dan menghindari perbuatan yang tercela atau yang dapat menimbulkan kesan tercela.
Hakim harus memastikan bahwa sikap, tingkah laku dan tindakannya, baik di dalam
maupun di luar pengadilan, selalu menjaga dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat, penegak hukum lain serta para pihak berperkara, sehingga tercermin
sikap ketidak berpihakan Hakim dan lembaga peradilan (impartiality).
- Pemberian Hadiah.
Hakim tidak boleh meminta atau menerima
dan harus mencegah suami atau istri
Hakim, orang tua, anak,
atau anggota keluarga Hakimlainnya,
untuk meminta atau menerima janji, hadiah, hibah, warisan,pemberian,
penghargaan dan pinjaman atau fasilitas dari Advokat , Penuntut, Orang yang
sedang diadli, Pihak lain yang mungkin kuat akan diadili ataupun Pihak yang
memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap suatu perkara
yang sedang diadili atau kemungkinan kuat akan diadili oleh Hakim yang
bersangkutan yang secara wajar (reasonable) patut dianggap bertujuan atau
mengandung maksud untuk mempengaruhi Hakim dalam menjalankan tugas
peradilannya.
Pengecualian dari pernyatan ini adalah
pemberian atau hadiah yang ditinjau dari segala keadaan tidak akan diartikan
atau dimaksudkan untuk mempengaruhi Hakim dalam pelaksanaan tugas - tugas
peradilan, yaitu pemberian yang berasal dari saudara atau teman dalam
kesempatan tertentu seperti perkawinan, ulang tahun, hari besar keagamaan,
upacara adat, perpisahan atau peringatan lainnya, yang nilainya tidak melebihi
Rp. 500.000,- (Lima rarus ribu rupiah). Pemberian tersebut termasuk dalam
pengertian hadiah sebagaimana dimaksud dengan gratifikasi yang diatur dalam
Undang - Undang Tindak Pidana Korupsi.
Dalam kehidupan nyata diuraikan Dalam
Suara Pembaruan tanggal 7 Juni 2011 terdapat artikel ‘HAKIM PENJAJA HUKUM’
disini disebutkan bahwa seorang Hakim tertangkap tangan sewaktu sedang menerima
suap dari seorang Advokat. Ini sangat jelas melanggar kode etik hakim yang
telah disebutkan dalam point 2.2 ini tetang pemberian hadiah yang dilakukan
oleh Advokat atau dengan sebutan lain suap. Ketika timbul peristiwa ini muncul
pernyataan ‘Negeri ini tidak akan menjadi Negara yang maju dengan rakyat yang
secara sukarela mematuhi hukum yang apabila masih ada hakim yang justru
menjajakan hukum dan memperdagangkan keadilan demi kepentingan pribadi. Ini adalah suatu contoh nyata seorang Hakim yang melanggar kode etik hakim yang
telah ditetapkan guna terciptanya keadilan sama rata.
- Pencatatan dan
Pelaporan Hadiah dan Kekayaan.
Hakim wajib melaporkan secara tertulis
pemberian yang termasuk gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi tersebut diterima. Hakim wajib menyerahkan laporan kekayaan sebelum
dan setelah menjabat tanpa ditunda-runda, bersedia diperiksa kekayaan segera
setelah memangku jabatan dan setelah menjabat, serta wajib melakukan segala
upaya untuk memastikan kewajiban tersebut dapat dijalankan secara baik, apabila
diperlukan oleh pihak yang berwenang, Hakim haras bersedia diperiksa
kekayaannya pada saat atau selama memangku jabatan.
- Berperilaku
Arif dan Bijaksana.
Arif dan bijaksana pada hakekatnya
bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat
baik norma - norma hukum, keagamaan, kebiasaan-kebiasaan maupunkesusilaan
dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu
memperhitungkan akibat dan tindakannya.Perilaku yang arif dan bijaksana
mendorong terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempunyai tenggang rasa
yang tinggi, bersikap hati-hati, sabar dan santun.
- Pemberian
Pendapat atau Keterangan.
Hakim tidak boleh memberi keterangan atau
pendapat mengenai substansi suatu perkara di luar proses persidangan
pengadilan, baik terhadap perkara yang diperiksa atau diputusnya maupun perkara
lain. Hakim yang diberikan tugas resmi oleh Pengadilan dapat menjelaskan kepada
masyarakat tentang prosedur beracara di Pengadilan atau informasi lain yang
tidak berhubungan dengan substansi perkara dari suatu perkara. Hakim dapat
memberikan keterangan atau menulis artikel dalam surat kabar atau terbitan
berkala dan bentuk-bentuk kontribusi lainnya yang dimaksudkan untuk
menginformasikan kepada masyarakat mengenai hukum atau administrasi peradilan
secara umum yang tidak berhubungan dengan masalah substansi perkara tertentu.
Hakim dalam keadaan apapun tidak boleh
memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka
atas suatu perkara atau putusan pengadilan baik yang belum maupun yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam kondisi apapun. Hakim tidak boleh memberi
keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas
suatu putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, kecuali
dalam sebuah forum ilmiah yang hasilnya tidak dimaksudkan untuk dipublikasikan
yang dapat mempengaruhi putusan Hakim dalam perkara lain.
- Aktivitas
Keilmuan, Sosial Kemasyarakatan.
Hakim dapat menulis, memberi kuliah,
mengajar dan berpartisipasi dalam kegiatan keilmuan atau suatu upaya pencerahan
mengenai hukum, sistem hukum, administrasi peradilan dan non-hukum, selama
kegiatan-kegiatan tersebut tidak dimaksudkan untuk memanfaatkan posisi Hakim
dalam membahas suatu perkara. Hakim boleh menjabat sebagai pengurus atau
anggota organisasi nirlaba yang bertujuan untuk perbaikan hukum, sistem hukum,
administrasi peradilan lembaga pendidikan dan sosial kemasyarakatan, sepanjang
tidak mempengaruhi sikap kemandirian Hakim.
Hakim tidak boleh menjadi pengurus atau
anggota dari partai politik atau secara terbuka menyatakan dukungan terhadap
salah satu partai politik atau terlibat dalam kegiatan yang dapat menimbulkan
persangkaan beralasan bahwa Hakim tersebut mendukung suatu partai politik.
- Bersikap
Mandiri.
Mandiri pada hakekatnya bermakna
mampu bertindak sendiri tanpa bantuanpihak lain, bebas dari intervensi siapapun
dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap
mandiri mendorong terbentuknya perilaku hakim yang tangguh, berpegang teguh
pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan hukum yang berlaku.
Hakim harus menjalankan fungsi
peradilan secara mandiri dan bebas dari pengaruh, tekanan, ancaman atau
bujukan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari pihak manapun.
- Berintegritas
Tinggi.
Integritas tinggi pada hakekatnya
bermakna mempunyai kepribadian utuh tak tergoyahkan, yang terwujud pada sikap
setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku
dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi
yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan
tuntutan hati nurani untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan,
dan selalu berusaha melakukan tugas dengan cara - cara
terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.
Hakim tidak boleh mengadili suatu
perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan
kekeluargaan, atau hubungan - hubungan lain yang beralasan (reasonable) patut
diduga mengandung konflik kepentingan. Hakim harus menghindari hubungan baik,
baik langsung maupun tidak langsung dengan advokat, Penuntut dan pihak - pihak
dalam suatu perkara tengah diperiksa oleh Hakim yang bersangkutan. Hakim harus
membatasi hubungan yang akrab, baik langsung maupun tidak langsung dengan
Advokat yang sering berperkara di wilayah hukum Pengadilan tempat Hakim
tersebut menjabat. Pimpinan Pengadilan diperbolehkan menjalin hubungan yang
wajar dengan lembaga eksekutif dan legislatif dan dapat memberikan keterangan,
pertimbangan serta nasihat hukum selama hal tersebut tidak berhubungan dengan
suatu perkara yang
sedang disidangkan atau yang diduga akan diajukan ke Pengadilan.
- Hubungan
Pribadi dan Kekeluargaan:
(1)
Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila memiliki hubungan keluarga
sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami istri meskipun
telah bercerai, Ketua Majelis, Hakim anggota lainnya, Penuntut, Advokat, dan
Panitera yang menangani perkara tersebut.
(2)
Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila Hakim itu memiliki hubungan
pertemanan yang akrab dengan pihak yang berperkara, Penuntut, Advokat, yang
menangani perkara tersebut.
- Hubungan
Pekerjaan.
(1)
Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah mengadili atau menjadi
Penuntut, Advokat atau Panitera dalam perkara tersebut pada persidangan di
Pengadilan tingkat yang lebih rendah.
(2)
Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah menangani hal-hal yang
berhubungan dengan perkara atau dengan para pihak yang akan diadili, saat
menjalankan pekerjaan atau profesi lain sebelum menjadi Hakim.
(3)
Hakim dilarang menggunakan wibawa jabatan sebagai Hakim untuk mengejar
kepentingan pribadi, anggota keluarga atau siapapun juga.
(4)
Hakim dilarang mengijinkan seseorang yang akan menimbulkan kesan bahwa orang
tersebut seakan-akan berada dalam posisi khusus yang dapat mempengaruhi Hakim
secara tidak wajar dalam melaksanakan tugas - tugas peradilan.
(5)
Hakim dilarang mengadili suatu perkara yang salah satu pihaknya adalah
organisasi, kelompok masyarakat atau partai politik apabila Hakim tersebut
masih atau pernah aktif dalam organisasi, kelompok masyarakat atau partai
politik tersebut.
- Hubungan
Finansial
(1)
Hakim harus mengetahui urusan keuangan pribadinya maupun beban - beban keuangan
lainnya dan harus berupaya secarawajar mengatahui urusan keuangan para anggota keluarganya.
(2)
Hakim tidak boleh menggunakan wibawa jabatan sebagai Hakim untuk mengejar kepentingan
pribadi atau siapapun dalam hubungan finansial.
(3)
Hakim tidak boleh mengizinkan pihak lain yang menimbulkan kesan bahwa seseorang
seakan-akan berada dalam posisi khusus
yang dapat memperoleh keuntungan finansial.
- Prasangka
dan Pengetahuan atas Fakta.
Hakim tidak boleh mengadili suatu
perkara apabila Hakim tersebut telah memiliki prasangka yang berkaitan dengan
salah satu pihak atau mengetahui fakta atau bukti yang berkaitan dengan suatu
perkara yang akan disidangkan.
- Tata
Cara Pengunduran Diri
Hakim yang memiliki konflik
kepentingan sebagaimana diatur dalam butir 5.2. wajib mengundurkan diri dari
memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan. Keputusan untuk mengundurkan
diri harus dibuat seawal mungkin untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin
timbul terhadap lembaga peradilan atau persangkaan bahwa peradilan tidak
dijalankan secara jujur dan tidak berpihak.
Apabila muncul keragu - raguan bagi
Hakim mengenai kewajiban mengundurkan diri memeriksa dan mengadili suatu
perkara lebih baik memilih mengundurkan diri..
- Bertanggung
Jawab
Bertanggung jawab pada hakekatnya
bermakna kesediaan dan keberanianuntuk melaksanakan semua tugas dan wewenang
sebaik mungkin sertabersedia menanggung segala akibat atas pelaksanaan tugas
dan wewenangtersebut.Rasa tanggung jawab akan mendorong terbentuknya pribadi
yang mampu menegakkan kebenaran dan
keadilan, penuh pengabdian,
serta tidakmenyalahgunakan
profesi yang diamanatkan.
- Penggunaan
Predikat Jabatan.
Hakim
tidak boleh menyalahgunakan jabatan untuk
kepentingan pribadi atau pihak lain.
- Penggunaan
Informasi Peradilan.
Hakim tidak boleh mengungkapkan atau
menggunakan informasi yang bersifat rahasia, yang didapat dalam kedudukan
sebagai Hakim, untuk tujuan yang tidak ada hubungan dengan tugas-tugas
peradilan.
- Menjunjung
tinggi harga diri
Harga diri pada hakekatnya bermakna
bahwa pada diri manusia melekat martabat dan kehormatan yang harus
dipertahankan dan dijunjung tinggi. Prinsip menjunjung tinggi harga diri,
khususnya hakim, akan mendorong dan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh,
sehingga terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat
sebagai apararur peradilan.
Hakim harus menjaga kewibawaan serta
martabat lembaga Peradilan dan profesi baik di dalam maupun di luar pengadilan.
a.
Aktivitas
Bisnis.
Hakim dilarang terlibat dalam transaksi
keuangan dan transaksi usaha yang berpotensi memanfaatkan posisi sebagai Hakim.
b.
Aktivitas
lain.
Hakim dilarang menjadi Advokat, atau
Pekerjaan lain yang berhubungan dengan perkara. Hakim dilarang bekerja dan
menjalankan fungsi sebagai layaknya seorang Advokat, kecuali jika :
i.
Hakim tersebut
menjadi pihak dipersidangan, atau
ii. Memberikan nasihat
hukum cuma-cuma untuk
anggota keluarga atau teman yang tengah menghadapi masalah hukum.
Hakim dilarang bertindak sebagai
arbiter atau mediator dalam kapasitas pribadi, kecuali bertindak dalam jabatan
yang secara tegas diperintahkan atau diperbolehkan dalam undang-undang atau
peraturan lain. Hakim dilarang menjabat sebagai eksekutor, administrator atau
kuasa pribadi lainnya, kecuali untuk urusan pribadi anggota keluarga Hakim
tersebut, dan hanya diperbolehkan jika kegiatan tersebut secara wajar
(reasonable) tidak akan mempengaruhi pelaksanaan tugasnya sebagai Hakim. Hakim
dilarang melakukan rangkap jabatan yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Aktivitas
Masa Pensiun.
Mantan Hakim sangat dianjurkan dan
sedapat mungkin tidak menjalankan pekerjaan sebagai Advokat yang berpraktek di
Pengadilan terutama di lingkungan peradilan tempat yang bersangkutan pernah
menjabat, sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun setelah memasuki masa pensiun
atau berhenti sebagai Hakim.
- Berdisiplin
Tinggi.
Disiplin pada hakekatnya bermakna
ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang diyakini sebagai panggilan
luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat pencari keadilan. Disiplin
tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib didalam
melaksanakan tugas, ikhlas
dalam pengabdian, dan
berusaha untuk menjadi teladan
dalam lingkungannya, serta
tidak menyalahgunakan amanah
yang dipercayakan kepadanya.
Hakim berkewajiban mengetahui dan
mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar dapat menerapkan
hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari
keadilan. Hakim harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan
berusaha mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya
ringan. Hakim harus membantu para pihak dan berusaha mengatasi segala hambatan
dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk,
harus mendistribusikan perkara kepada Majelis Hakim secara adil dan merata,
serta menghindari pendistribusian perkara kepada Hakim yang memiliki konflik
kepentingan.
- Berperilaku
Rendah Hati
Rendah hati pada hakikatnya bermakna
kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri, jauh dari kesempurnaan dan
terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan mendorong
terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai
pendapat orang lain, menumbuhkembangkan sikap tenggang rasa, serta mewujudkan
kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas didalam mengemban tugas.
- Pengabdian.
Hakim harus melaksanakan pekerjaan sebagai
sebuah pengabdian yang tulus, pekerjaan Hakim bukan semata-mata sebagai mata
pencaharian dalam lapangan kerja untuk mendapat penghasilan materi, melainkan
sebuah amanat yang akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan Yang
Maha Esa.
- Popularitas
Hakim tidak boleh bersikap, bertingkah
laku atau melakukan tindakan mencari popularitas, pujian, penghargaan dan
sanjungan dari siapapun juga.
- Bersikap
Profesional.
Profesional pada hakekatnya bermakna
suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan pekerjaan yang
dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar
.pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas. Sikap profesional akan mendorong
terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan,
serta berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai
setinggi-tingginya mutu hasil pekerjaan, efektif dan efisien. Penerapan:
Hakim harus mengambil
langkah-langkah unruk memelihara dan meningkatkan pengetahuan keterampilan dan
kualitas pribadi untuk dapat melaksanakan tugas-rugas peradilan secara baik. Hakim
harus secara tekun melaksanakan tanggung jawab administratif dan bekerja sama
dengan para Hakim dan pejabat pengadilan lain dalam menjalankan administrasi
peradilan.
- Hakim
Ideal Dalam Kacamata Islam
Allah SWT berfiirman dalam Surah
an-Nisaa’ ayat 135:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu
orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah SWT
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya
maupun miskin, maka Allah lebih tau kemaslahatannya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu
memutarbalikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
SWT adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
“Wahai manusia, ketahuilah sesungguhnya
kehancuran umat terdahulu sebelum kamu lantaran apabila mencuri itu “Orang Terpandang” mereka tinggalkan
hukumnya (hukum tidak berdaya untuk menghukumnya), sebaliknya jika yang mencuri
itu dari kalangan “Rakyat Jelata”, mereka secara tegas menerapkan hukuman. Demi
Allah SWT. Jika Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan aku potong
tangannya”. (Hadis Riwayat Imam Bukhari)
Firman Allah SWT dalam Al-Quran,
Hadis Nabi diatas secara gamblang menjelaskan “kaidah-kaidah penegakan hukum di
dalam islam dan Rasulullah SAW serta para sahabatnya telah pula memberikan
teladan (uswah) secara langsung tentang penyelesaian terhadap kasus-kasus hukum
yang dihadapi pada masanya.
Sungguh suatu uswah yang sangat mulia
dan brilian untuk bagaimana seorang hakim agar tetap senantiasa menjunjung
tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kemandirian di dalam menjalankan
tugasnya dalam penyelesaian terhadap kasus-kasus yang diadili. Karena tanpa
nilai kebenaran, keadilan, dan kemandirian, maka profesionalisme jabatan hakim
menjadi bernuansa materialistis dan pragmatis, bukan bernuansa penjaga dan
penegak keadilan bagi masyarakat.
Jika nilai materialisme dan
pragmatisme mewarnai profesionalisme hakim, maka ide “negara yang berdasar
hukum” tinggal cita-cita. Dan wibawa pengadilan terus merosot dan negara
berjalan atas dasar kekuasaan, karena itu tantangan hakim ke depan adalah
bagaimana menata kelembagaan dan tradisi pengadilan yang mencerminkan Akhlak
Rasulullah sebagai panutan agung dalam menegakkan keadilan dan mampu bersikap
serta menegakkan etos kerja seperti yang dicontohkan oleh khalifah Umar bin
Khatab.
Kedudukan
hakim sangat strategis dan urgen serta mulia di dalam islam. Karena hakim
mengemban amanat sebagai penyambung titah Allah dan Rasul di muka bumi dan juga
menggali nilai-nilai hukum khususnya hukum islam di tengah-tengah masyarakat.
Ketika memutus perkara, para hakim
harus bersikap adil dengan tetap menghormati manusia sebagai seorang hamba dan
khalifatullah di muka bumi, “USWATUN HASANAH” (model hakim yang benar, adil dan
mandiri) seperti yang dicontohkan oleh Rasullah, dengan demikian citra
pengadilan dan wibawa hakim dapat diperbaiki, kepastian hukum dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat dan negara tetap berjalan di atas dasar
hukum bukan di atas dasar kekuasaan.