Rabu, 13 November 2013

KODE ETIK HAKIM


  1. Cita Hukum Negara Melalui Hakim
            Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat dan integritas Negara. Dalam terwujudnya pernyataan ini pastinya ada peran Hakim sebagai figur sentral dalam proses peradilan yang senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat banyak. Dilihat dari pengertian hakim sendiri yaitu Hakim  adalah  seluruh  Hakim  termasuk  Hakim  ad  hoc  pada  semua lingkungan badan peradilan dan semua tingkatan peradilan.
            Sikap Hakim yang dilambangkan dalam kartika, cakra, candra, sari dan tirta merupakan cerminan perilaku Hakim yang harus senantiasa berlandaskan pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, adil, bijaksana, berwibawa, berbudi luhur dan jujur. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang melandasi prinsip-prinsip pedoman Hakim dalam bertingkah laku ini akan mendorong Hakim untuk berperilaku baik dan penuh tanggung jawab sesuai tuntunan agama masing-masing. Dilihat dari keluhuran tugas dan luasnya kewenangan dalam menegakkan hukum dan keadilan, sering muncul tantangan dan godaan bagi para Hakim. Untuk itu, Pedoman Perilaku Hakim ini bukan hanya sebagai panduan keutamaan moral bagi hakim tapi juga merupakan konsekuensi dari kewenangan yang melekat pada jabatan sebagai Hakim  baik dalam menjalankan tugas profesinya maupun melakukan hubungan dengan masyrakat di luar kedinasian terkait dengan norma-norma etika dan adat kebiasaan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat.
            Untuk menjamin terciptanya peradilan yang mandiri dan tidak memihak, diperlukan dukungan sosial yang bertanggung jawab.Selain itu diperlukan pula pemenuhan kecukupan sarana dan prasarana bagi Hakim baik selaku penegak hukum maupun sebagai warga masyarakat.Untuk itu, menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat dan Negara memberi jaminan keamanan bagi Hakim dan Pengadilan, termasuk kecukupan kesejahteraan, kelayakan fasilitas dan anggaran.Walaupun demikian, meskipun kondisi - kondisi di atas belum sepenuhnya terwujud, hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan bagi Hakim untuk tidak berpegang teguh pada kemurnian pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai penegak dan penjaga hukum dan keadilan yang memberi kepuasan pada pencari keadilan dan masyarakat.
            Pedoman Perilaku Hakim ini merupakan penjabaran dari ke 10 (sepuluh) prinsip pedoman yang meliputi kewajiban-kewajiban untuk : berperilaku adil , berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggungjawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, dan bersikap profesional.

  1. Pengaturan Pedoman Perilaku Hakim Pedoman Perilaku Hakim Berdasar Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. KMA/104A/SK/XII/2006
  1. Berperilaku Adil.
            Adil pada hakekatnya bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap setiap orang. Oleh karenanya seseorang Hakim harus menegakkan hukum yang adil dan benar harus selalu berlaku adil dengan tidak membeda-bedakan orang.
            Hakim tidak boleh memberikan kesan bahwa salah satu pihak yang tengah berperkara atau kuasanya termasuk Penuntut dan saksi berada dalam posisi yang istimewa untuk mempengaruhi Hakim tersebut (fairness). Dalam melaksanakan tugas peradilan serta dalam berkata-kata, hakim tidak boleh pandang bulu atau memperlihatkan keberpihakan atau menyudutkan pencari keadilan atau pihak yang berperkara di dalam maupun di luar pengadilan.Hakim harus memberi keadilan kepada semua pihak dan tidak beritikad semata - mata untuk menghukum. Hakim harus mendorong Pegawai Pengadilan, Advokat dan Penuntut serta pihak lainnya yang tunduk pada arahan dan pengawasan Hakim untuk menerapkan standar perilaku yang sama dengan Hakim sebagaimana disebutkan sebelumnya.
            Hakim harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang khususnya pencari keadilan atau kuasanya yang mempunyai kepentingan dalam suatu proses hukum di Pengadilan. Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di luar persidangan, kecuali dilakukan di dalam lingkungan gedung pengadilan demi kepentingan kelancaran persidangan yangdilakukan secara terbuka, diketahui pihak-pihak yang berperkara, tidak melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidak berpihakan.
  1. Berperilaku Jujur.
            Kejujuran pada hakekatnya bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang kuat dan membangkitkan kesadaran akan hakikat yang hak dan yang batil. Dengan demikian, akan terwujud sikap pribadi yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik dalam persidangan maupun diluar persidangan.
            Hakim harus berperilaku jujur (fair) dan menghindari perbuatan yang tercela atau yang dapat menimbulkan kesan tercela. Hakim harus memastikan bahwa sikap, tingkah laku dan tindakannya, baik di dalam maupun di luar pengadilan, selalu menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, penegak hukum lain serta para pihak berperkara, sehingga tercermin sikap ketidak berpihakan Hakim dan lembaga peradilan (impartiality).
    1. Pemberian Hadiah.
      Hakim tidak boleh meminta atau menerima dan harus mencegah suami atau istri  Hakim,  orang tua,  anak,  atau  anggota keluarga Hakimlainnya, untuk meminta atau menerima janji, hadiah, hibah, warisan,pemberian, penghargaan dan pinjaman atau fasilitas dari Advokat , Penuntut, Orang yang sedang diadli, Pihak lain yang mungkin kuat akan diadili ataupun Pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap suatu perkara yang sedang diadili atau kemungkinan kuat akan diadili oleh Hakim yang bersangkutan yang secara wajar (reasonable) patut dianggap bertujuan atau mengandung maksud untuk mempengaruhi Hakim dalam menjalankan tugas peradilannya.
      Pengecualian dari pernyatan ini adalah pemberian atau hadiah yang ditinjau dari segala keadaan tidak akan diartikan atau dimaksudkan untuk mempengaruhi Hakim dalam pelaksanaan tugas - tugas peradilan, yaitu pemberian yang berasal dari saudara atau teman dalam kesempatan tertentu seperti perkawinan, ulang tahun, hari besar keagamaan, upacara adat, perpisahan atau peringatan lainnya, yang nilainya tidak melebihi Rp. 500.000,- (Lima rarus ribu rupiah). Pemberian tersebut termasuk dalam pengertian hadiah sebagaimana dimaksud dengan gratifikasi yang diatur dalam Undang - Undang Tindak Pidana Korupsi.
      Dalam kehidupan nyata diuraikan Dalam Suara Pembaruan tanggal 7 Juni 2011 terdapat artikel ‘HAKIM PENJAJA HUKUM’ disini disebutkan bahwa seorang Hakim tertangkap tangan sewaktu sedang menerima suap dari seorang Advokat. Ini sangat jelas melanggar kode etik hakim yang telah disebutkan dalam point 2.2 ini tetang pemberian hadiah yang dilakukan oleh Advokat atau dengan sebutan lain suap. Ketika timbul peristiwa ini muncul pernyataan ‘Negeri ini tidak akan menjadi Negara yang maju dengan rakyat yang secara sukarela mematuhi hukum yang apabila masih ada hakim yang justru menjajakan hukum dan memperdagangkan keadilan demi kepentingan pribadi. Ini adalah suatu contoh nyata seorang Hakim yang melanggar kode etik hakim yang telah ditetapkan guna terciptanya keadilan sama rata.
    1. Pencatatan dan Pelaporan Hadiah dan Kekayaan.
      Hakim wajib melaporkan secara tertulis pemberian yang termasuk gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Hakim wajib menyerahkan laporan kekayaan sebelum dan setelah menjabat tanpa ditunda-runda, bersedia diperiksa kekayaan segera setelah memangku jabatan dan setelah menjabat, serta wajib melakukan segala upaya untuk memastikan kewajiban tersebut dapat dijalankan secara baik, apabila diperlukan oleh pihak yang berwenang, Hakim haras bersedia diperiksa kekayaannya pada saat atau selama memangku jabatan.
  1. Berperilaku Arif dan Bijaksana.
            Arif dan bijaksana pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat baik norma - norma hukum, keagamaan, kebiasaan-kebiasaan maupunkesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan akibat dan tindakannya.Perilaku yang arif dan bijaksana mendorong terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempunyai tenggang rasa yang tinggi, bersikap hati-hati, sabar dan santun.
    1. Pemberian Pendapat atau Keterangan.
      Hakim tidak boleh memberi keterangan atau pendapat mengenai substansi suatu perkara di luar proses persidangan pengadilan, baik terhadap perkara yang diperiksa atau diputusnya maupun perkara lain. Hakim yang diberikan tugas resmi oleh Pengadilan dapat menjelaskan kepada masyarakat tentang prosedur beracara di Pengadilan atau informasi lain yang tidak berhubungan dengan substansi perkara dari suatu perkara. Hakim dapat memberikan keterangan atau menulis artikel dalam surat kabar atau terbitan berkala dan bentuk-bentuk kontribusi lainnya yang dimaksudkan untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai hukum atau administrasi peradilan secara umum yang tidak berhubungan dengan masalah substansi perkara tertentu.
      Hakim dalam keadaan apapun tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu perkara atau putusan pengadilan baik yang belum maupun yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam kondisi apapun. Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, kecuali dalam sebuah forum ilmiah yang hasilnya tidak dimaksudkan untuk dipublikasikan yang dapat mempengaruhi putusan Hakim dalam perkara lain.
    1. Aktivitas Keilmuan, Sosial Kemasyarakatan.
      Hakim dapat menulis, memberi kuliah, mengajar dan berpartisipasi dalam kegiatan keilmuan atau suatu upaya pencerahan mengenai hukum, sistem hukum, administrasi peradilan dan non-hukum, selama kegiatan-kegiatan tersebut tidak dimaksudkan untuk memanfaatkan posisi Hakim dalam membahas suatu perkara. Hakim boleh menjabat sebagai pengurus atau anggota organisasi nirlaba yang bertujuan untuk perbaikan hukum, sistem hukum, administrasi peradilan lembaga pendidikan dan sosial kemasyarakatan, sepanjang tidak mempengaruhi sikap kemandirian Hakim.
      Hakim tidak boleh menjadi pengurus atau anggota dari partai politik atau secara terbuka menyatakan dukungan terhadap salah satu partai politik atau terlibat dalam kegiatan yang dapat menimbulkan persangkaan beralasan bahwa Hakim tersebut mendukung suatu partai politik.
  1. Bersikap Mandiri.
            Mandiri pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuanpihak lain, bebas dari intervensi siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap mandiri mendorong terbentuknya perilaku hakim yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan hukum yang berlaku.
            Hakim harus menjalankan fungsi peradilan secara mandiri dan bebas dari pengaruh, tekanan, ancaman atau bujukan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari pihak manapun.
  1. Berintegritas Tinggi.
            Integritas tinggi pada hakekatnya bermakna mempunyai kepribadian utuh tak tergoyahkan, yang terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan tuntutan hati nurani   untuk  menegakkan  kebenaran  dan  keadilan,   dan  selalu  berusaha melakukan tugas dengan cara - cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik. 

Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan, atau hubungan - hubungan lain yang beralasan (reasonable) patut diduga mengandung konflik kepentingan. Hakim harus menghindari hubungan baik, baik langsung maupun tidak langsung dengan advokat, Penuntut dan pihak - pihak dalam suatu perkara tengah diperiksa oleh Hakim yang bersangkutan. Hakim harus membatasi hubungan yang akrab, baik langsung maupun tidak langsung dengan Advokat yang sering berperkara di wilayah hukum Pengadilan tempat Hakim tersebut menjabat. Pimpinan Pengadilan diperbolehkan menjalin hubungan yang wajar dengan lembaga eksekutif dan legislatif dan dapat memberikan keterangan, pertimbangan serta nasihat hukum selama hal tersebut tidak    berhubungan    dengan    suatu    perkara    yang    sedang disidangkan atau yang diduga akan diajukan ke Pengadilan.
  1. Hubungan Pribadi dan Kekeluargaan:
(1) Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai, Ketua Majelis, Hakim anggota lainnya, Penuntut, Advokat, dan Panitera yang menangani perkara tersebut.
(2) Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila Hakim itu memiliki hubungan pertemanan yang akrab dengan pihak yang berperkara, Penuntut, Advokat, yang menangani perkara tersebut.
  1. Hubungan Pekerjaan.
(1) Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah mengadili atau menjadi Penuntut, Advokat atau Panitera dalam perkara tersebut pada persidangan di Pengadilan tingkat yang lebih rendah.
(2) Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah menangani hal-hal yang berhubungan dengan perkara atau dengan para pihak yang akan diadili, saat menjalankan pekerjaan atau profesi lain sebelum menjadi Hakim.
(3) Hakim dilarang menggunakan wibawa jabatan sebagai Hakim untuk mengejar kepentingan pribadi, anggota keluarga atau siapapun juga.
(4) Hakim dilarang mengijinkan seseorang yang akan menimbulkan kesan bahwa orang tersebut seakan-akan berada dalam posisi khusus yang dapat mempengaruhi Hakim secara tidak wajar dalam melaksanakan tugas - tugas peradilan.
(5) Hakim dilarang mengadili suatu perkara yang salah satu pihaknya adalah organisasi, kelompok masyarakat atau partai politik apabila Hakim tersebut masih atau pernah aktif dalam organisasi, kelompok masyarakat atau partai politik tersebut.
  1. Hubungan Finansial
(1) Hakim harus mengetahui urusan keuangan pribadinya maupun beban - beban keuangan lainnya dan harus berupaya secarawajar mengatahui urusan keuangan para anggota keluarganya.
(2) Hakim tidak boleh menggunakan wibawa jabatan sebagai Hakim untuk mengejar kepentingan pribadi atau siapapun dalam hubungan finansial.
(3) Hakim tidak boleh mengizinkan pihak lain yang menimbulkan kesan bahwa seseorang seakan-akan  berada dalam posisi khusus yang dapat memperoleh keuntungan finansial.
  1. Prasangka dan Pengetahuan atas Fakta.
            Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila Hakim tersebut telah memiliki prasangka yang berkaitan dengan salah satu pihak atau mengetahui fakta atau bukti yang berkaitan dengan suatu perkara yang akan disidangkan.
  1. Tata Cara Pengunduran Diri
            Hakim yang memiliki konflik kepentingan sebagaimana diatur dalam butir 5.2. wajib mengundurkan diri dari memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan. Keputusan untuk mengundurkan diri harus dibuat seawal mungkin untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul terhadap lembaga peradilan atau persangkaan bahwa peradilan tidak dijalankan secara jujur dan tidak berpihak.
            Apabila muncul keragu - raguan bagi Hakim mengenai kewajiban mengundurkan diri memeriksa dan mengadili suatu perkara lebih baik memilih mengundurkan diri..
  1. Bertanggung Jawab
            Bertanggung jawab pada hakekatnya bermakna kesediaan dan keberanianuntuk melaksanakan semua tugas dan wewenang sebaik mungkin sertabersedia menanggung segala akibat atas pelaksanaan tugas dan wewenangtersebut.Rasa tanggung jawab akan mendorong terbentuknya pribadi yang mampu menegakkan   kebenaran  dan  keadilan,   penuh  pengabdian,   serta   tidakmenyalahgunakan profesi yang diamanatkan.
    1. Penggunaan Predikat Jabatan.
      Hakim   tidak   boleh   menyalahgunakan jabatan  untuk  kepentingan pribadi atau pihak lain.
    1. Penggunaan Informasi Peradilan.
      Hakim tidak boleh mengungkapkan atau menggunakan informasi yang bersifat rahasia, yang didapat dalam kedudukan sebagai Hakim, untuk tujuan yang tidak ada hubungan dengan tugas-tugas peradilan.
  1. Menjunjung tinggi harga diri
            Harga diri pada hakekatnya bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi. Prinsip menjunjung tinggi harga diri, khususnya hakim, akan mendorong dan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh, sehingga terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat sebagai apararur peradilan.
            Hakim harus menjaga kewibawaan serta martabat lembaga Peradilan dan profesi baik di dalam maupun di luar pengadilan.
a.      Aktivitas Bisnis.
      Hakim dilarang terlibat dalam transaksi keuangan dan transaksi usaha yang berpotensi memanfaatkan posisi sebagai Hakim.
b.      Aktivitas lain.
      Hakim dilarang menjadi Advokat, atau Pekerjaan lain yang berhubungan dengan perkara. Hakim dilarang bekerja dan menjalankan fungsi sebagai layaknya seorang Advokat, kecuali jika :
i.        Hakim tersebut menjadi pihak dipersidangan, atau
ii.      Memberikan   nasihat   hukum   cuma-cuma   untuk   anggota keluarga atau teman yang tengah menghadapi masalah hukum.
            Hakim dilarang bertindak sebagai arbiter atau mediator dalam kapasitas pribadi, kecuali bertindak dalam jabatan yang secara tegas diperintahkan atau diperbolehkan dalam undang-undang atau peraturan lain. Hakim dilarang menjabat sebagai eksekutor, administrator atau kuasa pribadi lainnya, kecuali untuk urusan pribadi anggota keluarga Hakim tersebut, dan hanya diperbolehkan jika kegiatan tersebut secara wajar (reasonable) tidak akan mempengaruhi pelaksanaan tugasnya sebagai Hakim. Hakim dilarang melakukan rangkap jabatan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.       Aktivitas Masa Pensiun.
            Mantan Hakim sangat dianjurkan dan sedapat mungkin tidak menjalankan pekerjaan sebagai Advokat yang berpraktek di Pengadilan terutama di lingkungan peradilan tempat yang bersangkutan pernah menjabat, sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun setelah memasuki masa pensiun atau berhenti sebagai Hakim.
  1. Berdisiplin Tinggi.
            Disiplin pada hakekatnya bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat pencari keadilan. Disiplin tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib didalam melaksanakan   tugas,   ikhlas   dalam   pengabdian,   dan   berusaha   untuk menjadi   teladan   dalam   lingkungannya,   serta   tidak   menyalahgunakan amanah yang dipercayakan kepadanya.
            Hakim berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan. Hakim harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan berusaha mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan. Hakim harus membantu para pihak dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
            Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk, harus mendistribusikan perkara kepada Majelis Hakim secara adil dan merata, serta menghindari pendistribusian perkara kepada Hakim yang memiliki konflik kepentingan.
  1. Berperilaku Rendah Hati
            Rendah hati pada hakikatnya bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri, jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan mendorong terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai pendapat orang lain, menumbuhkembangkan sikap tenggang rasa, serta mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas didalam mengemban tugas.
    1. Pengabdian.
      Hakim harus melaksanakan pekerjaan sebagai sebuah pengabdian yang tulus, pekerjaan Hakim bukan semata-mata sebagai mata pencaharian dalam lapangan kerja untuk mendapat penghasilan materi, melainkan sebuah amanat yang akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa.
    1. Popularitas
      Hakim tidak boleh bersikap, bertingkah laku atau melakukan tindakan mencari popularitas, pujian, penghargaan dan sanjungan dari siapapun juga.
  1. Bersikap Profesional.
            Profesional pada hakekatnya bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar .pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas. Sikap profesional akan mendorong terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai setinggi-tingginya mutu hasil pekerjaan, efektif dan efisien. Penerapan:
            Hakim harus mengambil langkah-langkah unruk memelihara dan meningkatkan pengetahuan keterampilan dan kualitas pribadi untuk dapat melaksanakan tugas-rugas peradilan secara baik. Hakim harus secara tekun melaksanakan tanggung jawab administratif dan bekerja sama dengan para Hakim dan pejabat pengadilan lain dalam menjalankan administrasi peradilan.

  1. Hakim Ideal Dalam Kacamata Islam
            Allah SWT berfiirman dalam Surah an-Nisaa’ ayat 135:
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah SWT biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya maupun miskin, maka Allah lebih tau kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah SWT adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.
            Rasulullah SAW bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
Wahai manusia, ketahuilah sesungguhnya kehancuran umat terdahulu sebelum kamu lantaran apabila mencuri itu “Orang Terpandang” mereka tinggalkan hukumnya (hukum tidak berdaya untuk menghukumnya), sebaliknya jika yang mencuri itu dari kalangan “Rakyat Jelata”, mereka secara tegas menerapkan hukuman. Demi Allah SWT. Jika Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan aku potong tangannya”. (Hadis Riwayat Imam Bukhari)
            Firman Allah SWT dalam Al-Quran, Hadis Nabi diatas secara gamblang menjelaskan “kaidah-kaidah penegakan hukum di dalam islam dan Rasulullah SAW serta para sahabatnya telah pula memberikan teladan (uswah) secara langsung tentang penyelesaian terhadap kasus-kasus hukum yang dihadapi pada masanya.
            Sungguh suatu uswah yang sangat mulia dan brilian untuk bagaimana seorang hakim agar tetap senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kemandirian di dalam menjalankan tugasnya dalam penyelesaian terhadap kasus-kasus yang diadili. Karena tanpa nilai kebenaran, keadilan, dan kemandirian, maka profesionalisme jabatan hakim menjadi bernuansa materialistis dan pragmatis, bukan bernuansa penjaga dan penegak keadilan bagi masyarakat.
            Jika nilai materialisme dan pragmatisme mewarnai profesionalisme hakim, maka ide “negara yang berdasar hukum” tinggal cita-cita. Dan wibawa pengadilan terus merosot dan negara berjalan atas dasar kekuasaan, karena itu tantangan hakim ke depan adalah bagaimana menata kelembagaan dan tradisi pengadilan yang mencerminkan Akhlak Rasulullah sebagai panutan agung dalam menegakkan keadilan dan mampu bersikap serta menegakkan etos kerja seperti yang dicontohkan oleh khalifah Umar bin Khatab.
Kedudukan hakim sangat strategis dan urgen serta mulia di dalam islam. Karena hakim mengemban amanat sebagai penyambung titah Allah dan Rasul di muka bumi dan juga menggali nilai-nilai hukum khususnya hukum islam di tengah-tengah masyarakat.
            Ketika memutus perkara, para hakim harus bersikap adil dengan tetap menghormati manusia sebagai seorang hamba dan khalifatullah di muka bumi, “USWATUN HASANAH” (model hakim yang benar, adil dan mandiri) seperti yang dicontohkan oleh Rasullah, dengan demikian citra pengadilan dan wibawa hakim dapat diperbaiki, kepastian hukum dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan negara tetap berjalan di atas dasar hukum bukan di atas dasar kekuasaan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar